Gerakan Suffragette Inggris adalah salah satu babak penting dalam sejarah perjuangan hak-hak perempuan di dunia. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, perempuan di Inggris mulai bergerak untuk mendapatkan hak suara sama dengan laki-laki.
Gerakan ini tidak hanya memperjuangkan hak politik, tetapi juga berkontribusi besar terhadap perubahan sosial juga kebijakan menguntungkan perempuan.
Latar Belakang Gerakan Suffragette Inggris
Pada masa itu, hak pilih di Inggris terbatas hanya pada laki-laki yang memenuhi syarat tertentu, seperti memiliki properti atau pendapatan tertentu. Perempuan, meskipun memiliki peran penting dalam masyarakat, tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum. Ketidaksetaraan ini menjadi titik tolak bagi banyak perempuan untuk memperjuangkan hak mereka.
Sejak akhir abad ke-19, beberapa organisasi perempuan mulai muncul dengan tujuan untuk memperjuangkan hak suara. Namun, gerakan Suffragette Inggris lebih terkenal dimulai pada awal abad ke-20 dengan adanya kelompok lebih radikal dan militan, yang dipimpin oleh Emmeline Pankhurst.
Pimpinan dan Tokoh Kunci Gerakan Suffragette
Emmeline Pankhurst sendiri merupakan salah satu tokoh paling terkenal dalam gerakan Suffragette Inggris. Sebagai pendiri Women’s Social and Political Union (WSPU) pada tahun 1903, Pankhurst juga para pengikutnya berjuang dengan cara lebih agresif untuk menarik perhatian publik dan pemerintah.
Pankhurst percaya bahwa hanya dengan metode yang lebih dramatis juga radikal, hak suara perempuan dapat diperoleh. Selain Emmeline, putrinya, Christabel Pankhurst, juga merupakan sosok penting dalam gerakan ini. Mereka bersama dengan sejumlah wanita berani lainnya seperti Sylvia Pankhurst, Millicent Fawcett, dan Alice Hawkins, membawa gerakan ini ke titik puncaknya.
Taktik dan Aksi Protes Gerakan Suffragette Inggris
Tak hanya mengandalkan pendekatan damai, mereka memilih untuk melakukan tindakan yang lebih langsung dan dramatis guna menarik perhatian publik serta pemerintah. Beberapa taktik yang digunakan oleh para suffragette antara lain:
1. Pawai dan Demonstrasi
Para suffragette sering mengorganisir pawai dan demonstrasi besar di kota-kota Inggris, yang melibatkan ribuan perempuan dari berbagai latar belakang.
Pawai ini menjadi simbol kekuatan dan solidaritas mereka. Setiap pawai bukan hanya sekadar unjuk rasa, tetapi juga merupakan upaya untuk memobilisasi lebih banyak dukungan dari masyarakat.
Pawai-pawai ini sering kali dihadiri oleh ribuan perempuan mengenakan warna-warna khas seperti ungu, putih, dan hijau, yang menjadi simbol perjuangan mereka.
Gerakan Suffragette Inggris, meskipun kadang dihadapkan pada perlawanan dari pihak berwenang, berhasil meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya hak suara perempuan. Pawai-pawai ini juga sering diliput media, memperluas pesan perjuangan ke seluruh penjuru Inggris.
2. Pangkalan Penghentian Pekerjaan
Selain pawai dan demonstrasi, gerakan Suffragette Inggris memilih untuk mogok kerja sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan mereka rasakan. Mereka berhenti dari pekerjaan mereka, baik itu pekerjaan di pabrik, rumah tangga, maupun sektor lain, untuk menunjukkan bahwa suara perempuan harus dihargai.
Gerakan mogok kerja ini tidak hanya berdampak pada lingkungan kerja, tetapi juga menarik perhatian masyarakat luas dan media, yang mulai memperhatikan kekuatan kolektif perempuan.
Tindakan ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam roda perekonomian dan kehidupan sosial, serta bahwa tanpa kontribusi mereka, masyarakat tidak bisa berjalan dengan baik. Mogok kerja ini juga menjadi sarana untuk memperlihatkan keteguhan hati para suffragette dalam memperjuangkan hak mereka.
3. Aksi Kekerasan dan Pembakaran
Beberapa anggota WSPU (Women’s Social and Political Union) juga melakukan tindakan radikal seperti pembakaran surat kabar, menghancurkan properti publik, dan bahkan membakar rumah-rumah dianggap sebagai simbol ketidakadilan.
Salah satu aksi paling terkenal dari gerakan Suffragette Inggris adalah pembakaran kotak surat dan merusak properti pejabat pemerintah atau tokoh penting.
Meskipun tindakan ini sangat kontroversial dan mengundang kritik tajam, baik dari kalangan politik maupun masyarakat umum, aksi-aksi kekerasan ini berhasil menarik perhatian besar.
Mereka ingin menunjukkan bahwa perjuangan mereka lebih dari sekadar permintaan, ini adalah seruan untuk perubahan mendalam dan menyeluruh.
Meskipun banyak tidak setuju dengan taktik ini, aksi kekerasan ini menambah intensitas perdebatan tentang hak suara perempuan dan akhirnya mengarah pada perubahan dalam pandangan masyarakat terhadap gerakan ini.
4. Kelaparan di Penjara
Ketika para suffragette ditangkap karena terlibat dalam aksi protes, mereka tidak hanya duduk diam di penjara. Banyak dari mereka memilih untuk melakukan mogok makan sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan mereka alami.
Taktik kelaparan ini, meskipun sangat mengorbankan, menjadi simbol pengorbanan besar para perempuan dalam memperjuangkan hak mereka. Beberapa suffragette bahkan mengalami perlakuan medis paksa di penjara untuk memaksa mereka makan, yang semakin menunjukkan betapa sistem ini tidak peduli terhadap perjuangan mereka.
Aksi mogok makan ini menarik perhatian besar dari media dan publik, yang semakin menyoroti perlakuan kejam diterima para suffragette. Dalam banyak kasus, gerakan mogok makan ini akhirnya memaksa pemerintah untuk melepaskan mereka lebih cepat dari penjara, yang sekaligus menunjukkan bahwa perjuangan mereka mulai membuahkan hasil.
Dengan beragam taktik ini, gerakan suffragette tidak hanya memaksa pemerintah untuk mendengarkan, tetapi juga mengubah persepsi masyarakat tentang perempuan dan hak-hak mereka.
Pencapaian dan Dampaknya dari Gerakan Suffragette
Setelah bertahun-tahun perjuangan, pada tahun 1918, wanita yang berusia 30 tahun ke atas akhirnya mendapatkan hak suara melalui Representation of the People Act dari gerakan Suffragette Inggris.
Perempuan yang memiliki properti atau pendapatan tertentu diperbolehkan untuk memilih dalam pemilihan umum. Meskipun ini merupakan pencapaian besar, hak suara yang diberikan masih terbatas.
Pada tahun 1928, perempuan akhirnya mendapatkan hak suara yang setara dengan laki-laki melalui Equal Franchise Act, yang mengizinkan perempuan yang berusia 21 tahun ke atas untuk memilih tanpa persyaratan apapun. Gerakan Suffragette Inggris adalah tonggak penting dalam perjuangan hak-hak perempuan di seluruh dunia.